Sunday, December 18, 2011

Perjalanan Jakarta - Semarang - Surabaya

Perjalanan ini aku lakukan pada bulan Desember 2011, tanggal tepatnya aku lupa, mungkin bisa aku cari di google calendar, namun ga perlu lah tanggal tepat, yang penting sudah menuliskan sedikit pengalaman selama perjalanan yang cukup unik ini. Kenapa unik, karena jarang-jarang aku lewat jalur Semarang – Surabaya via Pantura. Dengan perjalanan ini kuharapkan aku lebih familiar mengenai jalur tersebut.

03.50

Aku masih terlelap di bangku kereta. Orang sebelahku tidur di bawah. Dia membawa peralatan tidur lengkap, kardus aqua dilipat, bantal.

Untunglah aku dibangunkan oleh orang sebelahku tersebut. Turun di pelataran stasiun, masih agak limbung, antara sadar dan tidak.

Baru kali ini aku menjejakkan kakiku di st Tawang, sebelumnya sekedar lewat atau turun sebentar. Namun, sekarang benar-benar menjejakkan kaki

disana. Kecil dan sederhana, itu kesan yg pertama aku tangkap. Padahal aku menginginkan kesan yg lebih dari itu.

Kukira suasana hingar bingar, ramai, banyak orang lalu lalang, mengingat dia menjadi perlintasan kereta jalur utara yg cukup padat.

Mungkin, jika hari agak siang, suasana menjadi lain, ramai seperti bayanganku. Aku segera menuju ke musholla di dalam lingkungan stasiun, kupikir adzan Subuh akan berkumandang sebentar lagi. “Sudah adzan pak?”, tanyaku berbasa-basi pada orang di dalam musholla. “Wah, masih lama mas. Saya saja baru mau sholat Isya”. Akhirnya aku mengurungkan niatku masuk ke dalam musholla, dan menuju ke toilet. Toilet yang sangat kecil, ada tulisan “gratis”, tapi ada seorang laki-laki penunggu di pintu keluar, sehingga hampir semua pengguna toilet “gratis” itu mengeluarkan recehan 500-1000 rupiah, tak terkecuali aku.

Luar biasa memang, mungkin PT KAI hanya menyediakan toilet tanpa melakukan pemeliharaan, sehingga untuk urusan pemeliharaan menjadi urusan pengguna alias tetep aja bayar. Emangnya kita mau klo pake toilet yang jorok. Bahasa marketing, plus diplomatis, plus politis di segala bidang yang sekarang telah membudaya di negeri tercinta ini.

Setelah keluar dari toilet, aku masih bingung, akhirnya aku putuskan untuk keluar dari stasiun, mencari mesjid yang paling dekat. Sebenarnya rencanaku pengen jalan-jalan ke beberapa tempat menarik di Semarang, seperti Tugu Muda, Lawang Sewu, dll. Namun aku sudah pengen pulang ke Surabaya, ketemu sama anak-anak tercinta. Berjalan keluar stasiun, sudah menunggu angkot yang siap mengantarkan ke berabagai tujuan. Bagus juga transportasi di Semarang, pagi dini hari gini sudah ada angkot. Aku cukup percaya diri keluar stasiun, karena waktu di Senen, aku sempat ngobrol sama orang Semarang tentang jalur transportasi dari st Tawang ke terminal Terboyo. Dia bilang bahwa transportasi di Semarang ada 24 jam, klo mau ke Terboyo tinggal keluar dari st Tawang, langsung bisa nyegat angkot. Ternyata terbukti!!! Untuk urusan transportasi, aku kasih nilai 100 buat Semarang.

Meski sudah ada angkot ke Terboyo, aku tidak langsung naik. Sayup-sayup sudah terdengar bacaan tilawatil Al-Quran sebagai pengantar adzan Subuh dari mesjid yang rasa-rasanya tidak terlalu jauh. Aku susuri jalan masuk ke perumahan, dengan tidak lupa bertanya pada tukang becak yg sudang mangkal di ujung jalan. Dari jauh kelihatan bapak/ibu yang hendak menuju mesjid itu, segera kususul dan sampailan di mesjid yang cukup megah.

Setelah sholat Subuh, aku langsung jalan ke depan mesjid yang ternyata jalan raya, tembusan dari stasiun Tawang. Rupanya aku tadi lewat di belakang mesjid, sehingga harus masuk ke perumahan. Tak berapa lama lewatlah angkot jurusan term Terboyo. Aku langsung naik, di dalam sudah ada ibu-ibu penjual sayur, sehingga angkot langsung ngebut. Aku diturunin pas di ujung jalan menuju terminal Terboyo, jadi ga masuk ke dalam terminal-nya. Padahal pengen juga masuk, liat suasana terminal.

05.30 naik bus widji lestari

Di ujung jalan itu, sudah byk menunggu penumang yang lain dengan berbagai tujuan masing-masing. Cukup lama aku menunggu, sekitar ½ jam, datanglah bus jurusan Surabaya dengan nama Widji Lestari. Diatas bus, aku pilih tempat di deket jendela, biar bisa liat pemandangan yang biasanya aku lewatin malam hari saja. Tak lama kemudian datanglah kondektur, aku bayar ongkos senilai 40 ribu rupiah. Lumayan jauh juga kalo diliat dari besaran ongkos-nya, dan memang kenyataannya sangat jauhhh.

Namun kecapekan karena perjalanan jauh ini bisa terobati dengan pemandangan yang baru dan sangat menarik. Melewati kota Demak, Kudus, Pati, Rembang, Lasem, Tuban, Babat, Lamongan, Gresik menjadi kenangan tersendiri. Selama ini aku lebih banyak perjalanan di Jawa bagian selatan. Ternyata Jawa bagian utara memiliki suasana yang agak berbeda dengan Jawa bagian selatan. Suasana pantai, kehidupan laut lebih terasa, sedangkan di selatan lebih terasa suasana gunung, pertanian, persawahan.

Sebagian besar perjalanan malah disuguhi pemandangan laut, benar-benar menarik, namun banyak kondisi jalan yang rusak parah, saat aku lewat masih diperbaiki. Klo boleh aku bandingkan suasana jalan lebih enak dan lebih hidup di jalur Solo – Surabaya daripada Semarang – Surabaya ini. Selaian kondisi yang rusak, suasana alam juga gersang.

Pemandangan yang paling menarik ketika melewati Lasem – Tuban, pas di sekitar obyek wisata “Pesujudan Sunan Bonang”. Jalannya meliuk landai, dengan angin sepoi-sepoi, namun anehnya tidak ada penjual makan, souvenir di daerah sekitar situ. Sehingga meskipun indah, namun tetap sepi.

12.30 bungurasih

Sekitar jam 12.30 sampailah di terminal Bungurasih.