Tuesday, May 13, 2014

Kembali ke Jakarta

Judul lengkapnya seharusnya adalah “Kembali ke Jakarta dengan Gajayana”. Hari Minggu, 31 Maret 2013, aku kembali ke Jakarta lewat Tulungagung. Liburan 3 hari di Prigi terasa begitu singkat, meski tidak ada acara kemana-mana, hanya di rumah dan 2 kali ngajak main anak-anak ke Pantai Prigi.

Suasana Prigi masih seperti dulu, sejuk, segar, dan sepi, apalagi saat itu tidak musim panen ikan. Meski hutan sudah berubah fungsi menjadi tegalan, namun suasana kesegaran desa masih terasa, jika dibandingkan dengan kesegaran udara ibukota dan Surabaya. Jika dibandingkan dengan kesegaran udara waktu aku masih kecil dulu (tahun 80-an), tentu jauh berbeda.

Prigi memiliki beberapa makanan khas yang jarang ditemui di tempat lain. Salah satu-nya adalah sompil. Sompil menyerupai lontong sayur jika di Jakarta, namun dengan citarasa yang jauh berbeda. Sayur blendrang (dimasak beberapa hari), plus irisan singkong goreng, dengan kuah santan yang pedas, manis menjadikan sompil di Prigi sangat khas, tidak bisa ditemukan di tempat lain. Entah darimana asal usul sompil ini. Padahal pada menu sehari-hari, bumbu dengan citarasa manis pedas yang dipakai di sompil ini tidak pernah ditemukan di menu rumahan masyarakat Prigi. Pada saat musim ikan, sayurnya kadang-kadang dicampur juga dengan ikan ilaran (ikan asap), tentu tambah nikmat, ada nuansa gurih-nya. Kekhasan sompil ditambah dengan bungkusnya yang berupa daun jati dilapisi dengan daun pisang.

Masyarakat Prigi sudah terbiasa menyantap sompil sebagai menu sarapan, karena memang dijualnya hanya pada pagi hari di pasar rakyat. Namun seiring dengan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis, sompil telah dijual di warung-warung selama hampir 24 jam. Mungkin nilai negatif-nya, ini akan merusak budaya tata cara makan sompil. Cieee…, sok resmi hanya untuk makan sompil. Namun, ya itulah sebenarnya, bahwa sompil pada jaman dahulu hanya sebagai menu sarapan. Sama seperti menjamurnya warung lodo, yang dahulu hanya muncul pada waktu slametan.

No comments: